Sepanjang Tahun 2024 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Di Kabupaten Bekasi Terjadi 46 Kasus

Bagikan ke :

Cikarang Pusat- WIPNET. Dalam satu tahun terakhir, angka kasus kekerasan dalam rumah tangga atau (KDRT) di Kabupaten Bekasi terbilang cukup tinggi yakni 46 Kasus.

Berdasarkan data yang dimiliki Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, tercatat 46 kasus KDRT yang terjadi di Bumi Swatantra Wibawa Mukti.

Baca Juga :

Kepala UPTD DP3A Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi menuturkan, tingginya kasus KDRT disebabkan sejumlah faktor, salah satunya ekonomi.

Foto : Ilustrasi

“Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT yakni adalah dari faktor ekonomi dan pernikahan dini,” tutur Fahrul Fauzi saat diminta tanggapannya oleh WIP, Selasa (10/12).

Menurut Fahrul, sebanyak 10 persen dari 46 kasus KDRT yang terjadi di Kabupaten Bekasi disebabkan oleh kecanduan judi online.

“Memang ada beberapa kasus dimana pelapor menerangkan terjadinya KDRT disebabkan pasangannya kecanduan judi online,” kata Fahrul.

“Namun, saya tidak bisa menggeneralisasi semua KDRT disebabkan oleh judi. Faktor lainnya juga berperan, dan kasus KDRT yang terkait judi ini relatif sedikit, kurang dari 10 persen,” imbuhnya.

Masih kata Fahrul, kasus KDRT bukan saja terjadi di kalangan masyarakat umum tapi juga di kalangan ASN, baik di lingkungan pemerintah daerah maupun di tingkat kementerian. Diketahui, beberapa ASN terlibat sebagai korban atau bahkan pelaku KDRT.

“Di kalangan ASN, baik di Pemerintah Kabupaten Bekasi maupun di kementerian, ada yang menjadi korban dan ada juga yang menjadi pelaku. Kabupaten Bekasi memang menjadi tempat tinggal bagi banyak ASN yang bertugas di Jakarta, jadi kasus semacam ini memang ada,” kata Fahrul.

Mengenai penanganan kasus KDRT, Fahrul menyatakan penyelesaian tergantung pada tingkat kedaruratannya. Beberapa jenis KDRT, seperti penelantaran ekonomi, penelantaran kasih sayang, kekerasan psikis, hingga penganiayaan, memerlukan penanganan yang berbeda.

Lebih lanjut, kata Fahrul, kasus penelantaran ekonomi atau kekerasan psikis biasanya bisa diselesaikan melalui mediasi. Sementara kekerasan fisik yang berpotensi mengancam nyawa atau menyebabkan cacat, harus diproses secara hukum sesuai dengan undang-undang penghapusan KDRT.

Jenis kasus KDRT beragam, jadi penanganannya pun berbeda. Jika sudah sampai pada kekerasan fisik yang membahayakan, maka harus melalui jalur hukum, kata dia.

Oleh karena itu, Fahrul menyatakan hingga saat ini, tidak semua kasus KDRT dapat diselesaikan. Beberapa kasus masih dalam proses, dan beberapa lainnya telah lama bergulir tanpa ada penyelesaian yang tuntas.

“Belum semua kasus KDRT di Kabupaten Bekasi bisa terselesaikan. Banyak yang masih dalam proses, dan ada juga yang sudah lama namun belum ada penyelesaian,” tandas Fahrul. ROBERT ST

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *